Kamis, 27 Februari 2014

Ditengarai setelah perubahan status IKIP

Bukan mencari kambing hitam karena pada dasarnya kemajuan suatu bangsa adalah merupakan tanggung jawab semua anak negeri. Katakanlah di salah satu sisi penomena kehidupan berbangsa yakni  sumber daya manusia di NKRI kita ini, dari tahun ke tahun kian terasa kemampuannya semakin menurun. Berbicara tentang sumber daya manusia tentu tiada lepas dari kemampuan Sang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa mencetak kader-kader terampil yang berdisiplin tinggi.

Entah sepenuhnya benar atau tidak, kualitas guru di Nusantara ini menurun  paska perubahan  status Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan  (IKIP)  menjadi universitas, yang mana semestinya “dipertahankan” guna menyiapkan para calon guru dalam kompetensi pedagogik yang jelas dan pas.  Demikian jua halnya, peniadaan Sekolah Guru Atas (SGA) serta Sekolah Pendidikan Guru (SPG), juga Sekolah Guru Olah raga (SGO) yang pernah ada di tahun 60-an hingga tahun 70-an.

Sulit menyangkal, ketika IKIP menjadi universitas lembaga itu cendrung mengikuti trend pendidikan tinggi pada umumnya dan tidak masih fokus pada tugas membekali serta menyiapkan maha siswa dengan berbagai kopetensi yang dibutuhkan sebagai seorang guru. Tiada beda memang, dengan keberadaan SGA dan SPG pada kala lalu mampu memberikan kontribusi besar pada pembentuk karakter dan pribadi para calon guru. Terlepas dari semua itu, di zaman reformasi ini memang sudah ada upaya dari pemerintah demi meningkatkan kualitas guru diantaranya lewat cara/upaya sertifikasi dan bea siswa pendidikan sarjana strata 1 bagi para guru Sekolah Dasar yang belum meraih jenjang itu. Sayangnya terhenti hanya sampai pada formalitas saja dan tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas serta kapasitas pendidik.

Jujur saja, secara umum kualitas guru dan kompetensi guru di NKRI ini masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Di lain pihak kualifikasi pendidikan hingga tahun 2000-an dari 2,92 juta guru, hanya 50 % yang berpendidikan S1 atau lebih sedangkan sisanya di bawah itu. Jenjang pendidikan nyata-nyata belum memadai, lagi pula kompetensi guru juga bermasalah sehingga jadilah kepedulian bersama tidak hanya pemerintah namun organisasi guru demi melakukan peningkatan kualitas guru.-


Sumber  : tabloid pendidikan indonesia (mediakom group) vol. 4 no.2  febr. 2014.

Rabu, 26 Februari 2014

Ke sekolah



Tiada terpungkiri saat ini remaja  dalam berpakaian amat variatif, salah satu penyebabnya adalah lantaran perkembangan fashion remaja yang lumayan inovatif kreatif. Diantara semua itu beberapa remaja justru belum mengerti bagaimana etika berbusana sesuai tempatnya. Katakanlah pakaian seksi dengan rok mini tidak hanya dikenakan untuk pakaian sehari-hari, namun juga sebagai pakaian seragam ke sekolah bagi sebagian pelajar. Ada juga merombak celana sekolah jadi mode celana pensil hanya demi tampil gaya, walau nyata telah menyalahi aturan. Permasalahan lain juga bisa muncul, jika dipaksakan untuk memakai rok yang terlalu pendek serta baju yang ketat, bisa timbul dampak negatif bagi siswa itu sendiri.


Tidak tertampik memang, berdandan telah menjadi salah satu kebiasaan bagi sebagian besar wanita. Diantaranya untuk mempercantik diri, ada juga yang memilih berdandan demi menutupi kekurangan padanya sehiungga dapat tampil lebih PD. Pada sebagian wanita ada terlihat dandanannya yang tidak alami bahkan terkesan menor. Berdandan menor ke sekolah tentu terlihat tidak etis, mengingat setiap sekolah memiliki aturan yang sudah semestinya ditaati oleh setiap siswanya. Semestinya, bila ke sekolah jangan memakai bedak serta aksesoris wajah yang bermacam-macam, karena bila di lihat dari sisi kesehatanpun kulit remaja masih amat bagus, jadi pakailah bedak yang khusus remaja. Menjaga penampilan memang penting, namun untuk tampil dengan make up yang berlebih (menor) ke sekolah merupakan suatu hal yang tidak pantas.

Selasa, 25 Februari 2014

Menjelang Try out tahun ajaran 2013/2014







18-2-2014  di Pura Besakih



di Pura Ulun Danu Batur, 14-2- 2014

Ada suatu tradisi tahunan diberlakukan di SMP Negeri 2 Pupuan, yakni “tirtha yatra” setiap menjelang suatu tahun ajaran berakhir. Para siswa yang duduk kelas akhir diantar untuk sembahyang menjelang mengikuti pemantapan, ujian sekolah, dan ujian nasional. Rute yang ditempuh agak monotoon : Pura Ulun Danu Batur, Pura Besakih, dan satu pura yang lain. Tentang Pura yang terakhir biasanya di gonta ganti antara : Tanah Lot, Goa Lawah, Silayukti, atau Sakenan.

Saat sore  18-2-2014 di Pura Uluwatu



Pura Uluwatu, 18 -2- 2014

Pura Besakih

Khusus menjelang akhir tahun ajaran 2013/2014, dengan jasa transportasi “ Raja Pala Transport“ para siswa SMPN 2 Pupuan kembali diantar ke Pura Ulun Danu Batur, Pura Besakih, via jalan tol Bali menuju Pura Uluwatu. Seperti tahun tahun sebelumnya, setelah malam turun rombongan baru tiba kembali di SMP Negeri 2 Pupuan ( di depan Pura Luhur Mekori Desa Belimbing).