Rabu, 15 Agustus 2012

Kewibawaan Sang Pendidik


Suhartini, Spd (bukan nama sebenarnya) adalah guru SMP swasta di salah satu kota di Jawa Timur. Pernah berkata “Lebih baik menjadi guru yang disukai daripada ditakuti siswa, karena kewibawaan pendidik justru di dapat dari sana”.

Seorang guru yang ingin dalam kegiatan pendidikan harus berwibawa agar tidak diremehkan siswa. Prose Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) menjadi efektif bilamana siswa tidak dalam situasi tertekan dan di bawah bimbingan guru yang “dihormati”.
Kunci pembuka pintu kewibawaan seorang pendidik gar mendapat “kepercayaan” siswa apabila memiliki unsur dapat diterima yang tinggi oleh siswa.

Seperti yang dialami oleh Ibu Suhartini pada saat di sekolahnya akan mendapat giliran proses akreditasi, semua guru sibuk mengumpulkan berbagai laporan administrasi tentang “kegiatannya” sendiri. Sementara itu Ibu Suhartini sibuk menata ruang guru agar kelihatan sedap di pandang. Tanpa di perintah beberapa siswa ikut membantu dengan senang hati hinghga selesai dan Ibu Suhartini dapat membantu kepala sekolah merapikan laporan yang dibutuhkan.

Apa yang dilakukan siswa merupakan respek kepada kewibawaan guru bukan lantaran senioritas dengan sejumlah gelar akademik, melainkan karena dia sejak awal sudah dapat meraih simpati siswa.

Kesadaran sebagai pendidik mendorong seorang guru dalam mendapatkan rasa hormat siswa melalui upaya menciptakan rasa aman secara psikologis siswa. Karena baginya tidak mungkin mengendalikan dan mengawasi tingkah laku siswa secara langsung terus menerus, kalau seorang guru hanya merupakan orang yang ditakuti maka siswa akan melakukan tugas jika diawasi. Begitu sang guru lengah mereka mengadakan “party” sendiri karena sosok yang ditakuti sedang tidak mengawasi.

Memang menjadi pendidik yang berwibawa menuntut keberanian diri untuk mengalahka “ego” sendiri. Ego yang biasanya menguasai pikiran setiap guru dan dihilangkan antara lain :



1. Memaksakan Diri Untuk Dihormati

Tidak ada siswa yang senang jika dipaksa untuk menghormati seseorang apalagi guru yang tidak “menyenangkan”. Pengalaman merasakan rasa nyaman secara psikologis bagi siswa akan mendatangkan rasa hormat kepada guru. Biasanya guru yang merasa tidak percaya diri secara sadar atau tidak sadar terjerumus dengan kesalahan ini sebagai bentuk kompensasi.

2. Mengistimewakan salah satu siswa

Semakin erat hubungan pribadi guru dengan siswa apalagi jika menganakemaskan. Akan menimbulkan rasa sungkan untuk menegur siswa yang berbuat kesalahan. Disini rasa keadilan guru dalam menegakkan disiplin amat menentukan jadi meskipun disukai siswa konsisten menegakkan disiplin harus dijalankan.

3. Melecehkan Siswa

Siapa pun akan segera menghentikan rasa hormatnya jika seseorang telah merusak kepercayaan dengan melecehkan dirinya. Bahkan bisa berakibat berurusan dengan pihak berwajib karena dilaporkan siswa.

Setelah itu para pendidik hendaknya instropeksi diri dengan beberapa faktor penentu timbulnya kewibawaan berikuty ini :

Pertama, faktor genetic. Harus diakui merupakan salah satu unsur penentu kewibawaan seseorang. Kalau mau mengamati pemimpin negeri ini ada yang punya kharismatik ataui ada pula yang tidak. Namun jangan berkecil hati bila tidak mempunyai faktor bawaan ini. Karena masih ada faktor lain.

Kedua, pembelajaran kewibawaan dapat dikembangkan sendiri. Tingkatkan kemampuan untuk mengembangkan kewibawaan sebagai seorang pendidik melaluyi keterampilan belajar mengajar, prestasi dan sikap mental.
Di dunia birokrasi yang disegani ialah dia yang memiliki kelebihan yang prestasi dan kemampuan akademis seperti jabatan dan gelar. Dan di dunia sekolah guru yang memiliki keterampilan belajar mengajar, matang ilmunya serta sikap menghargai siswa bisa membuat guru menjadi disegani dan mendorong siswa bisa membuat guru menjadi disegani dan mendorong siswa betah belajar.


Selain “kemampuan” diatas perilaku pendidik harus dapat dijadikan teladan agar dapat menambah kewibawaan guru. Misalnya kejujuran, integritas dedikasi keteladanan, disiplin adil, bijaksana tegas dan lain sebagainya. Karen itu seorang guru wajib belajar sepanjang hayat.

Ketiga, bisa diandalkan. Siswa biasanya sulit menaruh rasa hormat kepada guru terutama yang baru mulai mengajar. Entah karena alasan iseng atau ingin menguji kompetensi keilmuan gurunya mereka sering mengadakan “fit and proper test”. Kesiapan guru membuktikan keunggulannya akan membuat siswa menjadi segan kalau bisa melampaui harapan test “kelayakannya”. Siswa menjadi tidak sekedar segan tapi bisa betul – betul hormat kepada guru. Lakukan pada moment yang tepat agar tidak terkesan “sok jago”.

Kesempatan meraih jabatan lebih tinggi mungkin sangat kecil, baik menjadi kepala sekolah dan wakilnya atau lolos sertifikasi guru professional. Apalagi jenjang kepangkatan guru Indonesia di masa depan masih bergantung pada berbagai “kebijakan”.

Namun kesempatan belajar berkesinambungan mengembangkan “kewibawaan” melalui potensi diri yang relevan masih banyak. Lakukan segera sebaik mungkin, jangan menunggu sampai sudah menduduki jabatan atau kenaikan tunjangan. Dan Ibu Suhartini sudah membuktikan “kewibawaaannya”.

Sumber >> http://edukasiwae.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar