Rabu, 29 Agustus 2012

Mengajar Kecakapan


Membantu anak-anak selama mereka belajar kecakapan bekerjasama, melatih kecakapan dan belajar untuk memberi dan menerima umpan balik adalah suatu komitmen yang membutuhkan waktu cukup lama. Banyaknya jam pelajaran selama setahun penuh dapat dihabiskan pada kecakapan yang sederhana dari memulai membentuk kelompok dan belajar bagaimana bekerja secara berkelompok. Kelas lainnya mungkin bergerak cepat ke arah pemecahan masalah yang cukup rumit sebagai sebuah kelompok. Cepatnya kemajuan biasanya tergantung pada banyaknya keterbukaan yang anak-anak miliki dalam kecakapan bekerjasama dan bergantung pada umur dan perkembangan mereka. Suatu saat anak-anak terlihat lebih dapat bekerjasama daripada yang lainnya; terkadang setelah beberapa minggu terlihat tidak berada di dalam kelompok manapun juga mulai berjalan dengan bagusnya. Semuanya itu butuh sebanyak satu tahun untuk mengajar kecakapan tersebut dengan baik, dan menurut Johnson dan Johnson (1986), terkadang hingga mencapai dua tahun sebelum kecakapan bekerjasama menjadi sifat dasar yang kedua.

Sebagaimana kita dapat menunjukkan bagaimana membuat surat, mengeja sebuah kata atau membubuhkan tanda baca dalam sebuah kalimat, maka kecakapan bekerjasama juga dapat diajarkan secara cermat. Kita seringkali menganggap (dengan keliru) bahwa anak-anak tahu apa saja yang meliputi dalam kegiatan bekerjasama ketika kita menganjurkan mereka ‘Masuk ke dalam kelompok dan bangun sebuah menara dengan blok’ atau ‘Dalam sebuah kelompok kecil susun jalan terbaik untuk mengukur lapangan bermain.

Pengamatan pada anak-anak seringkali mengungkapkan satu atau dua anak cakap dalam mengerjakan tugas ketika yang lainnya menjadi ‘pengikut’, terkadang hanya melihat atau sebaliknya ber-ikut serta. ‘Pengikut’ akan beruntung karena belajar bagaimana berkontribusi dalam kelompok. Anak yang cakap, sama halnya dengan yang lain, butuh untuk mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan mereka untuk masuk dan terlibat dengan lainnya.

Seperti yang telah kita sebutkan dalam Bab 2 kecakapan untuk bekerja secara kooperatip secara berpasangan atau berkelompok dapat diajarkan dengan cara membuat kecakapan bekerjasama tampak jelas, praktek kecakapan bekerjasama dan memberikan umpan balik. Tiga komponen ini dapat terjadi setiap hari. Beberapa guru menyisihkan 15 menit setiap hari untuk mempertunjukkan sebuah kecakapan khusus dan kemudian menyuruh anak-anak untuk mempraktekkannya. Guru lainnya telah menjual ide pengetahuan bekerjasama dan berencana menjualnya hingga 75 sen dalam setiap sehari bersekolah sebagai kegiatan berpasangan atau berkelompok dimana kecakapan bekerjasama diajarkan, dipraktekkan dan diawasi.

Berikut ini anjuran pada bagaimana kecakapan bekerjasama dapat menjadi nampak jelas, dipraktekkan dan umpan balik diberikan pada sebuah kelompok didasarkan pada karya penting Johnson, Johnson dan Holubec (1986).

MEMBINA KECAKAPAN NAMPAK JELAS
Dimulai dengan menanyakan pada anak-anak apa yang mereka lakukan ketika mereka bekerjasama. Daftar ide mereka pada sebuah tabel dan tambahkan ke dalamnya jika ada usulan yang datang lagi dan lagi. Untuk kecakapan ini dan kecakapan bekerjasama yang  lainnya nampak jelas, kita dapat menunjukkan contoh-contoh dari kecakapan bekerjasama dengan tindakan, gunakan permainan peranan, membaca atau menceritakan cerita dari kesusasteraan dan tambahkan tabel T. Strategi mengajar ini sekarang akan didiskusikan lebih detil.

MEMBERI CONTOH DENGAN TINDAKAN
Mempertunjukkan kecakapan bekerjasama dengan tindakan dalam dunia bisnis, komite sekolah dan perundingan politik di seluruh dunia dapat disusun. Anjuran berikut ini  menggambarkan tentang kecakapan bekerjasama untuk memulai kelompok, bekerja secara berkelompok, memecahkan masalah dan mengatur perbedaan.

    Undang tamu pembicara yang mengandalkan kecakapan bekerjasama dalam melakukan pekerjaannya, misalnya ketua dewan sekolah, wartawan koran, pengemudi taksi, pelayan supermarket, dll.
    Gunakan naskah sandiwara yang dibuat secara komersial atau, lebih baik lagi, menciptakan permainan anda sendiri tentang kerjasama keluarga.
    Analisa tabel atau diagram yang menunjukkan hubungan antara anggota kelompok kerjasama.

Peranan perekam dalam kelompok dapat dijelaskan lebih dahulu dengan mendiskusikan sebuah gambar dari aksi komite masyarakat dengan sebuah alat perekam atau aksi wartawan parlementer/wartawan pengadilan. Kemudian penyajian sebuah daftar tugas perekam dapat diilhamkan pada sebuah tabel untuk diikuti oleh kelompok perekam yang akan datang. Kerumitan dari tiap-tiap peranan dan mempraktekkan kecakapan bekerjasama bergantung pada umur dan pengalaman anak.

PERMAINAN PERANAN

Memulai permainan peranan dapat terjadi secara spontan. Sebagai contoh, setelah anak-anak bekerja secara kelompok dan memperoleh pengalaman yang sukar dalam bekerjasama guru dapat meminta kelompok untuk mencoba lagi sebuah kegiatan khusus. Murid lainnya di kelas dapat melihat, duduk dalam sebuah lingkaran atau dalam bentuk mangkuk ikan, dan beri umpan balik pada keefektifan dari kecakapan bekerjasama. Kelompok kemudian dapat mencobanya lagi, mempertimbangkan kembali usulan dari kelas.

Sebagian besar guru mendapati bahwa permainan peranan adalah sebuah tehnik mengajar yang sangat bagus, terutama ketika mereka berpartisipasi secara sukarela. Menggunakan kecakapan memulai kelompok secara bergiliran, sebagai contohnya. Anak-anak di kelas 1 tidak akan berbagi giliran jadi guru duduk di lantai dengan sebuah kelompok dari dua pengambil giliran yang cakap ketika mereka berdiskusi tentang apa yang mereka lakukan selama liburan. Guru, dengan dua anak lainnya, berlatih mengambil giliran dalam sebuah pola mangkuk ikan emas (goldfish) dengan pemain peran di tengah dan sisanya dalam sebuah bentuk setengah lingkaran yang besar, memperhatikan. Sisa kelas ditumpukan pada kelompok permainan peranan yang kecil. Mereka suka melihat guru sebagai anggota kelompok dan melihat dan memecahkan bagaimana seseorang itu mengambil keputusan tentang mengambil giliran.

Menuliskan kecakapan ‘mengambil giliran’ pada papan tulis memberikan petunjuk pada anak-anak dalam kecakapan khusus yang sedang dipraktekkan. Sebuah daftar dari mengamati tingkah laku anak-anak dapat kemudian ditulis setelah itu. Kita menemukan bahwa membatasi kecakapan menjadi satu untuk setiap permainan peranan dapat memfokuskan perhatian anak pada kecakapan khusus adalah yang terbaik.



MENDISKUSIKAN CERITA

Teoritikus sastra Louise Rosenblatt dan pembaca teoritikus seperti Margaret Meek (1982) dan Frank Smith (1978) mengakui bahwa sastra menyediakan pengalaman yang mirip untuk anak-anak dan serupa orang dewasa.

Meskipun banyak buku-buku didasarkan pada tema orang yang cerdik dan keberanian memenangi kesengsaraan, buku-buku sekarang ini lebih dan lebih banyak lagi  berhubungan dengan bekerjasama. Karakter-karakter yang membantu sesama untuk mencapai keberhasilan dalam buku-buku seperti Space Demons dan Skymaze yang dikarang oleh Gillian Rubinstein, dimana anak-anak membaca yang kemudian kelompok dapat mencapai hasil lebih daripada secara perorangan.
Di dalam buku bergambar Swimmy oleh Leo Lionni seekor ikan kecil bergabung dengan ikan kecil lainnya untuk membuat bentuk ikan yang sangat besar untuk mengalahkan seekor hiu yang mengancam. Pertanyaan yang cermat dapat menolong menunjukkan kepada anak-anak arah karakter dalam buku-buku tentang kerjasama ini, membuat keputusan dan memecahkan konflik.

sumber  >> http://ridwan202.wordpress.com

Kamis, 16 Agustus 2012

Semarak Tujuhbelasan oleh SMP Negeri 2 Pupuan


SMP  Negeri 2 Pupuan yang ada di Desa Wisata Belimbing, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan menjelang dan pada tanggal 17 Agustus di tahun dua ribu dua belas mengadakan berbagai acara guna memeriahkan ulang tahun RI, pada usianya yang ke 67. Dimulai hari Sabtu, 11 Agustus telah diadakan pertandingan antar kelas / kelompok. Hari Sabtu itu olah raga Sepak Bola dipertandingkan, dengan ketentuan : waktu pertandingan 15 X 2 menit, istirahat 2 menit, jumlah pemain terdaftar 12 dan dalam pertandingan 7 orang per regu, pemain pengganti 3 orang, dalam permainan harus ada pemain kelas VII, VIII, dan kelas IX.



Senin di 13 Agustus ada kegiatan lomba gerak jalan antar kelas, dengan ketentuan ; pakai sistim tepat waktu, melintasi Jalan Raya Antosari-Pupuan (start di selatan Desa Sanda/Ngayor dan finis di SMP Negeri 2 Pupuan), jumlah peserta per regu 21 orang digabung putra dan putri. Lomba lari karung/kampil juga ada di 13 Agustus, lomba kebersihan kelas dan luar kelas.


Empat belas Agustus ada lomba tarik tambang antar kelompok, ketentuan yang disepakati adalah : jumlah pemain terdaftar 13 dan dalam pertandingan 10 orang tiap regu, pemain pengganti 3 orang, dalam permainan harus ada pemain kelas VII, VIII, dan kelas IX dengan kreteria 3 orang kelas VII, 3 orang kelas VIII, dan 4 orang kelas IX. 


Tepat pada tanggal 17 Agustus, semua warga sekolah mengikuti Upacara Bendera di lapangan umum Desa Wisata Belimbing, dengan inspektur upacara perbekel Desa Belimbing yakni : I Gusti Nyoman Omardani. A ma. Upacara bendera memperingati Ulang Tahun Kemerdekaan RI, sejak beberapa tahun terakhir (sejak Bapak I Gusti Nyoman Omardani  Ama sbg perbekel di Belimbing) teruas dilaksanakan tiap tahun. Dalam hal ini para siswa SMP Negeri 2 Pupuan amat memegang peranan penting, diantaranya sebagai; pembawa acara, Paskibraka, dan Koor. Lumayan meriah peringatan Hari Ulang Kemerdekaan RI di Desa Wisata Belimbing..................” Semoga berkesinambungan”



Rabu, 15 Agustus 2012

Kewibawaan Sang Pendidik


Suhartini, Spd (bukan nama sebenarnya) adalah guru SMP swasta di salah satu kota di Jawa Timur. Pernah berkata “Lebih baik menjadi guru yang disukai daripada ditakuti siswa, karena kewibawaan pendidik justru di dapat dari sana”.

Seorang guru yang ingin dalam kegiatan pendidikan harus berwibawa agar tidak diremehkan siswa. Prose Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) menjadi efektif bilamana siswa tidak dalam situasi tertekan dan di bawah bimbingan guru yang “dihormati”.
Kunci pembuka pintu kewibawaan seorang pendidik gar mendapat “kepercayaan” siswa apabila memiliki unsur dapat diterima yang tinggi oleh siswa.

Seperti yang dialami oleh Ibu Suhartini pada saat di sekolahnya akan mendapat giliran proses akreditasi, semua guru sibuk mengumpulkan berbagai laporan administrasi tentang “kegiatannya” sendiri. Sementara itu Ibu Suhartini sibuk menata ruang guru agar kelihatan sedap di pandang. Tanpa di perintah beberapa siswa ikut membantu dengan senang hati hinghga selesai dan Ibu Suhartini dapat membantu kepala sekolah merapikan laporan yang dibutuhkan.

Apa yang dilakukan siswa merupakan respek kepada kewibawaan guru bukan lantaran senioritas dengan sejumlah gelar akademik, melainkan karena dia sejak awal sudah dapat meraih simpati siswa.

Kesadaran sebagai pendidik mendorong seorang guru dalam mendapatkan rasa hormat siswa melalui upaya menciptakan rasa aman secara psikologis siswa. Karena baginya tidak mungkin mengendalikan dan mengawasi tingkah laku siswa secara langsung terus menerus, kalau seorang guru hanya merupakan orang yang ditakuti maka siswa akan melakukan tugas jika diawasi. Begitu sang guru lengah mereka mengadakan “party” sendiri karena sosok yang ditakuti sedang tidak mengawasi.

Memang menjadi pendidik yang berwibawa menuntut keberanian diri untuk mengalahka “ego” sendiri. Ego yang biasanya menguasai pikiran setiap guru dan dihilangkan antara lain :



1. Memaksakan Diri Untuk Dihormati

Tidak ada siswa yang senang jika dipaksa untuk menghormati seseorang apalagi guru yang tidak “menyenangkan”. Pengalaman merasakan rasa nyaman secara psikologis bagi siswa akan mendatangkan rasa hormat kepada guru. Biasanya guru yang merasa tidak percaya diri secara sadar atau tidak sadar terjerumus dengan kesalahan ini sebagai bentuk kompensasi.

2. Mengistimewakan salah satu siswa

Semakin erat hubungan pribadi guru dengan siswa apalagi jika menganakemaskan. Akan menimbulkan rasa sungkan untuk menegur siswa yang berbuat kesalahan. Disini rasa keadilan guru dalam menegakkan disiplin amat menentukan jadi meskipun disukai siswa konsisten menegakkan disiplin harus dijalankan.

3. Melecehkan Siswa

Siapa pun akan segera menghentikan rasa hormatnya jika seseorang telah merusak kepercayaan dengan melecehkan dirinya. Bahkan bisa berakibat berurusan dengan pihak berwajib karena dilaporkan siswa.

Setelah itu para pendidik hendaknya instropeksi diri dengan beberapa faktor penentu timbulnya kewibawaan berikuty ini :

Pertama, faktor genetic. Harus diakui merupakan salah satu unsur penentu kewibawaan seseorang. Kalau mau mengamati pemimpin negeri ini ada yang punya kharismatik ataui ada pula yang tidak. Namun jangan berkecil hati bila tidak mempunyai faktor bawaan ini. Karena masih ada faktor lain.

Kedua, pembelajaran kewibawaan dapat dikembangkan sendiri. Tingkatkan kemampuan untuk mengembangkan kewibawaan sebagai seorang pendidik melaluyi keterampilan belajar mengajar, prestasi dan sikap mental.
Di dunia birokrasi yang disegani ialah dia yang memiliki kelebihan yang prestasi dan kemampuan akademis seperti jabatan dan gelar. Dan di dunia sekolah guru yang memiliki keterampilan belajar mengajar, matang ilmunya serta sikap menghargai siswa bisa membuat guru menjadi disegani dan mendorong siswa bisa membuat guru menjadi disegani dan mendorong siswa betah belajar.


Selain “kemampuan” diatas perilaku pendidik harus dapat dijadikan teladan agar dapat menambah kewibawaan guru. Misalnya kejujuran, integritas dedikasi keteladanan, disiplin adil, bijaksana tegas dan lain sebagainya. Karen itu seorang guru wajib belajar sepanjang hayat.

Ketiga, bisa diandalkan. Siswa biasanya sulit menaruh rasa hormat kepada guru terutama yang baru mulai mengajar. Entah karena alasan iseng atau ingin menguji kompetensi keilmuan gurunya mereka sering mengadakan “fit and proper test”. Kesiapan guru membuktikan keunggulannya akan membuat siswa menjadi segan kalau bisa melampaui harapan test “kelayakannya”. Siswa menjadi tidak sekedar segan tapi bisa betul – betul hormat kepada guru. Lakukan pada moment yang tepat agar tidak terkesan “sok jago”.

Kesempatan meraih jabatan lebih tinggi mungkin sangat kecil, baik menjadi kepala sekolah dan wakilnya atau lolos sertifikasi guru professional. Apalagi jenjang kepangkatan guru Indonesia di masa depan masih bergantung pada berbagai “kebijakan”.

Namun kesempatan belajar berkesinambungan mengembangkan “kewibawaan” melalui potensi diri yang relevan masih banyak. Lakukan segera sebaik mungkin, jangan menunggu sampai sudah menduduki jabatan atau kenaikan tunjangan. Dan Ibu Suhartini sudah membuktikan “kewibawaaannya”.

Sumber >> http://edukasiwae.blogspot.com

Dinilai Carut Marut, Uji Kompetensi Guru Digugat ke MA


Jakarta Sembilan guru yang mewakili Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA). Mereka menggugat Permendikbud No 57/2012 tentang Uji Kompetensi Guru (UKG) karena dinilai merugikan guru dan bertentangan dengan peraturan di atasnya.

"Adanya UKG ini membuat kami harus meninggalkan peserta didik, mengeluarkan biaya tinggi untuk ikut UKG. Soal-soal yang diujikan juga tidak valid, masa soalnya pilihan ganda, gambar dan tabel juga tidak ada di soal, padahal diminta untuk melengkapi tabel, kan aneh," kata Sekjen FSGI, Retno Listyarti, kepada detikcom di gedung MA jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu, (15/8/2012).

Retno menilai kompetensi guru itu seharusnya diperoleh melalui pendidikan profesi, bukan dengan UKG. Selain itu kompetensi guru ada 4 bukan 2 seperti yang diatur dalam Permendikbud tersebut. Jika mau diuji harus holistik, tidak bisa dicicil.

"Mengukur kualitas dan kinerja guru sebaiknya dilakukan secara holistik dan melibatkan kepala sekolah bukan dengan memberikan soal pilihan ganda," ujar Retno.

Menurutnya, penyelenggaraan UKG semestinya tidak dilaksanakan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan (BPSDMPK-PMP) akan tetapi harus dilaksakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Selain itu Retno mengatakan Permendikbud ini menimbulkan ketidakpastian hukum karena bertentangan dengan UU diatasnya yakni UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen.

Uji materiil ini didaftarkan oleh para guru yang berdomisili di Jakarta, Banten, Bandung, Medan dan Indragiri Hilir (Kepri). Mereka meminta agar MA membatalkan Permendikbud tersebut.

"Kami meminta agar MA menyatakan Permendikbud No 57/2012 tentang Uji Kompetensi Guru tidak sah dan tidak berlaku umum," ucap Retno.

Sumber >  http://news.detik.com

Minggu, 12 Agustus 2012

Guru Agama Hindu Dalam Posisi Dilematis




PENDIDIKAN agama di lingkungan keluarga amat penting, selain di sekolah. Khusus pendidikan agama Hindu di sekolah, berkaitan erat dengan kualitas guru agamanya. Berbicara kualitas guru agama Hindu dapat muncul segudang pertanyaan. Misalnya, apakah indikator yang dijadikan tolok ukur untuk mengukur kualitas guru agama Hindu? Apakah kualitas dimaksud menyangkut kualitas proses pembelajaran, kualitas lulusan, atau kompetensi dan profesionalisme guru?

 Pilliang (2005:335) mengatakan, masuknya sistem kapitalisme ke dalam sistem pendidikan telah menciptakan kondisi bertautnya logika pendidikan dengan logika kapitalisme. Tanpa banyak yang menyadari, pendidikan kemudian menjelma menjadi mesin kapitalisme, yakni mesin untuk mencari keuntungan. Pendidikan juga menjadi mesin citra kapitalisme, yakni mesin yang mampu menciptakan citra-citra (lembaga, individu, dan pengetahuan) yang sesuai dengan citra kapitalisme. Kondisi tersebut menyebabkan posisi guru agama umumnya menjadi dilematis.

Di satu sisi, jabatan guru diposisikan sebagai profesi yang dimuliakan, dihormati layaknya para pahlawan bangsa, di sisi lain penghargaan guru dari aspek material belum dapat dikatakan wajar sesuai profesi, posisi, dan martabatnya. Maka, sangat logis apa yang dikatakan Bambang Sudibyo (2007:19) bahwa tatanan baru  dalam sistem ekonomi dewasa ini pelan-pelan telah menggeser tatanan sosial termasuk tatanan dalam kehidupan dunia pendidikan. Artinya, masuknya sistem ekonomi pasar ke dalam sistem perekonomian Indonesia membuat gengsi atau martabat kelembagaan sosial, individu, dan apa pun namanya termasuk guru agama, akan menurun, jika mereka tidak bisa mengadaptasi sistem ekonomi pasar.

 Merupakan keniscayaan, ketika di satu sisi kita menuntut kualitas guru agama, khususnya Agama Hindu, di sisi lain terhadap nasib guru, termasuk guru agama Hindu yang masih tetap terpinggirkan, hingga saat ini kita bersikap permisif. Secara teks ideal kita bisa saja berbicara kualitas guru agama dengan berbagai indikatornya (kualitas guru agama Hindu sebagai harapan). Namun, di sisi lain kita tidak bisa menutup mata terhadap kondisi nyata kehidupan guru bersama keluarganya  yang sering mengalami kesulitan untuk menghindarkan diri dari jeratan  dunia kapitalis, sementara  gaji yang mereka peroleh cukup membuat hati kita merasa miris (kualitas guru agama Hindu dalam kenyataan).     

 Selain itu, ketika mengukur kualitas guru agama Hindu dari kualitas lulusan yang dihasilkan, kita juga bisa terjebak pada pengukuran yang bersifat pseudo. Sebab, kualitas lulusan dilihat dari sisi kognisi, afeksi, dan psikomotor  anak, tidak semata-mata ditentukan kualitas gurunya. Jadi, banyak faktor yang berpengaruh. Salah satunya, bagaimana pandangan siswa dan orangtuanya terhadap mata pelajaran agama Hindu. Secara faktual sampai detik ini, masih banyak siswa termasuk orangtuanya yang memandang pelajaran agama Hindu sebagai mata pelajaran yang tidak begitu penting bagi masa depannya sehingga dalam belajar agama Hindu mereka tidak intensif. Maka, jangan ujug-ujug menilai kadar wawasan agama yang kurang bagus di kalangan siswa, disebabkan kualitas guru agama Hindu yang kurang bagus.

 Berbicara masalah kualitas guru, termasuk guru agama, tidak lepas dari masalah pendidikan sebagai suatu sistem. Dunia pendidikan yang seharusnya dibangun berdasarkan nilai-nilai objektivitas, keilmiahan, dan kebijaksanaan sebagai nilai dasar (Pilliang, 2005:355) kini telah dimuati nilai-nilai komersial sebagai refleksi keberpihakan kebijakan pendidikan terhadap kekuasaan kapital. Sementara di sisi lain ketika pendidikan menjadi bagian inheren dari sistem kepitalisme, maka berbagai paradigma, metode, dan teknik-teknik yang dikembangkan di dalamnya akan menjadi sebuah cara untuk mengukuhkan hegemoni kapitalisme tersebut. 

 Berangkat dari gambaran itu, akan menjadi naip ketika kita menuntut kualitas guru agama, khususnya guru agama Hindu di satu sisi, tetapi di sisi lain sistem pengganjaran (reward system) yang diterima guru lebih banyak dalam bentuk pujian dibandingkan penghargaan dalam bentuk materi. Guru disanjung sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa’’ guru adalah jabatan mulia, guru perlu digugu dan ditiru, sementara dalam kenyataannya kehidupan guru dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan materialistis dan lahiriah. Dalam konteks ini jika kita ingin meningkatkan kualitas guru agama, termasuk guru agama Hindu, perlu ada semacam lembaga advokasi bagi jabatan guru, yang secara konsisten mau menyuarakan nasib guru.

 Kita tidak perlu mencari siapa yang salah dan siapa yang benar dalam kondisi seperti itu. Yang lebih penting, bagaimana kita semua saling berusaha membangun dan mencari jalan yang terbaik untuk pembenahan sistem pendidikan kita secara holistik dan komprehensif. Dengan demikian tidak ada yang merasa kalah atau menang, dan tidak ada yang merasa salah atau benar.

•    Dr. I Ketut Suda, M.Si. [Dosen FIA Unhi Denpasar].

Jumat, 10 Agustus 2012

Selamat buat alumni SMP Negeri 2 Pupuan "Ni Putu Ayu Rista Yuanita"

Selamat dan Sukses untuk salah seorang alumni SMP Negeri 2 Pupuan yang tamat tahun 2008, dan kini telah menamatkan Pendidikan D1.

Pihak sekolah dalam hal ini SMP Negeri 2 Pupuan merasa ikut berbangga karena salah seorang alumninya telah berhasil menempuh pendidikan lebih lanjut sebagai bekal hidupnya nanti, dalam mengarungi gelombang kehidupan di era yang kian maju dan di era pesatnya perkembangan iptek serta kencangnya laju perkembangan industri maupun derasnya arus informasi (IT). Ini semakin membuktikan bahwa tamatan SMP Negeri 2 Pupuan, masih diperhitungkan oleh khalayak di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Selamat untuk SMP Negeri 2 Pupuan.








 

Info Identitas
Nama : Ni Putu Ayu Rista Yuanita, Tempat Tanggal Lahir : Tabanan, 23 September 1992, Tamat di SMP Negeri 2 Pupuan Tahun 2008, Terakhir (2012) Tamatan D1, BPLE Tiara Course, Jurusan Administrasi Tehnik (Sekretaris)

Kamis, 09 Agustus 2012

JUMLAH SISWA AWAL AGUSTUS 2012


DATA SISWA TAHUN PELAJARAN : 2012 / 2013

Akhir Juli / awal Agustus 2012












No
Kelas
Rombongan
Laki - laki
Perempuan
Jumlah
keterangan


1
VII
A
15
12



B
15
10



C
13
11



D
10
14



E
11
13



JUMLAH
64
60
124














VIII
A
8
20



B
18
10



C
16
12



D
15
13



JUMLAH
57
55
112


3
IX






A
7
25



B
18
12



C
17
13



D
18
12



JUMLAH
60
62
122










JUMLAH TOTAL
181
177
358




















Belimbing, Agt-
 2012







Kepala  SMP N 2 Pupuan,





























I WAYAN SUMAWA S.Pd







Pembina









NIP. 19621231 198111 1 010